Makna Muhammad Rasulullah
Mengimani Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah adalah membenarkan apa yang dia kabarkan, menaati apa yang diperintahkan, meninggalkan apa yang dia larang dan dia peringatkan serta beribadah kepada Allah sesuai dengan yang dia ajarkan. 4 hal tersebut dikatakan bahwa kita telah mengimani Rasulullah SAW dengan benar.
Syekh Abu Al Hasan An-Nadwi dalam bukunya yang berjudul An-Nubuwah berkata:
“Pada awal dakwah para nabi dan tujuan utama mereka adalah meluruskan keyakinan kepada Allah Ta’ala, meluruskan hubungan para hamba dengan Sang Pencipta, mengajak manusia untuk beribadah dengan ikhlas pada-Nya, memurnikan segala bentuk peribadahan hanya untuk Allah semata, serta menancapkan keyakinan bahwa hanya Allah satu-satunya yang dapat memberi manfaat dan mudhorot, yang berhak disembah, dimintai pertolongan, dimintai perlindungan, dan hanya kepada-Nya sembelihan ditujukan.”
Dahulu, dakwah para nabi diarahkan kepada para penyembah berhala yang secara terang-terangan menyembah berhala–berhala dan patung orang-orang shaleh yang dikultuskan, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Allah telah memerintahkan kepada Rasulullah SAW dalam firman-Nya:
“Katakanlah, saya tidak mampu memberi manfaat maupun menolak mudhorot untuk diriku sendiri kecuali yang telah dikehendaki oleh Allah. Sekiranya saya mengetahui perkara-perkata ghaib, tentulah aku akan banyak mendapatkan kebaikan-kebaikan dan tidak akan terkena kemudhorotan. Saya tidak lain adalah seorang pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang beriman.” (QS. Al-A’raf:188)
Disebutkan “saya tidak mampu memberi manfaat maupun menolak mudhorot untuk diriku sendiri” maksudnya adalah ketika mudhorot datang, Rasulullah SAW tidak bisa melepaskannya sendiri kecuali yang telah dikehendaki oleh Allah. Disebutkan lagi bahwa sekiranya Rasulullah SAW mengetahui perkara-perkara ghaib, tentu akan mendapatkan kebaikan-kebaikan. Namun tentang ghaib, Rasulullah tidak tahu sehingga kalau ada penyakit atau musibah datang, maka terjadilah dan beliau tidak bisa mengelak. Karena perkara ghaib di masa mendatang tidak dapat diketahui. Dalam ayat tersebut juga dikatakan “saya tidak lain adalah seorang pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang beriman”. Nabi SAW pernah bersabda:
لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ.
“Janganlah kalian terlalu berlebih-lebihan dalam menyanjungku sebagaimana orang-orang nasrani berlebih-lebihan dalam menyanjung Isa bin Maryam. Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah Muhammad seorang hamba Allah dan utusan Allah.”
Dalam hadis tersebut, Rasulullah merendah (tawadhu) bahwa beliau hanyalah seorang hamba Allah dan utusan Allah. Rasulullah berpesan, tidak baik berlebih-lebihan dalam menyanjung orang-orang shaleh seperti halnya Nabi Isa yang dikultuskan oleh orang-orang Nasrani sebagai Tuhan.
Berkaitan dengan pengkultusan masyarakat terhadap orang shaleh yang menganggap bahwa apabila memajang foto orang shaleh, menyebut-nyebut namanya, akan mencegah wabah virus corona dan dapat melindungi rumahnya. Itu adalah keyakinan yang tidak benar dan Rasulullah SAW tidak pernah contohkan seperti itu. Dan justru hal itu menjadi dakwah Rasul dan beliau mengingatkan kepada umatnya bahwa jangan ikuti orang-orang nasrani yang mengkultuskan Isa. Kita tidak boleh menyandarkan pujian manusia kepada manusia seperti dapat memberi keselamatan, rezeki, kesembuhan, hal itu keliru.
Kata “Ithroo’un” di dalam hadis diatas artinya berlebih-lebihan dalam memuji seseorang. Kita sekali-kali tidak boleh menyembah Muhammad, seperti yang dilakukan oleh orang-orang nasrani kepada Isa bin Maryam sehingga mereka terperosok ke dalam lembah kesyirikan. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk mengatakan Muhammad adalah seorang hamba dan utusan Allah. Hadis tersebut juga menjadi dalil bahwa kita tidak boleh Tasyabbuh atau meniru orang-orang kafir.
Maka jika umat Islam mencari solusi untuk lepas dari kesulitan, maka ikuti cara Nabi SAW. Nabi SAW ajarkan kepada kita untuk sabar ketika kita mendapatkan musibah. Jadi, sabar itu harus dihentakkan pertama kali terhadap ujian apapun yang kita peroleh. Termasuk juga ketika keluarga atau saudara kita positif terkena virus corona, maka keadaan yang harus dimiliki pertama kali adalah bersabar.
Jadikan Rasulullah SAW hanya sebagai suri tauladan, tidak boleh lebih dari itu. Bahkan Rasulullah tidak mau disanjung dengan panggilan Sayyid (Tuan) karena takut terjadi pengkultusan pada beliau, rasa ujub, dan sombong karena sifat tersebut akan membawa seseorang merasa diatas. Sifat Rasulullah SAW adalah Tawadhu, dan sifat itulah yang harus kita teladani.
Kecintaan kepada Rasulullah SAW diwujudkan dalam bentuk ketaatan kepada Allah yang terekspresikan dalam bentuk doa yang semata-mata ditujukan kepada-Nya tidak kepada selain-Nya apakah itu seorang rasul atapun seorang wali yang dekat dengan Allah.
Rasulullah SAW memberi nasihat kepada Ibnu Abbas RA yang artinya “Apabila engkau hendak meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan bila engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah” (HR. Tirmidzi). Jika kita berdoa, maka doa ini hanya Allah saja yang bisa kabulkan. Berdoa diangkat penyakit, dihindarkan dari bala, diangkat wabah, hanya Allah yang bisa penuhi. Maka berdoa hanya ditujukan kepada Allah bukan kepada makhluk.
Ketika Rasulullah SAW dirundung duka dan kesedihan, beliau berdoa “Yaa hayyu ya qayyuum bi rahmatika astaghiits” (wahai dzat yang hidup kekal dan terus menerus mengurus makhluknya, dengan rahmat-Mu aku meminta pertolongan). Itulah ajaran Nabi SAW, terlebih saat ini kita dalam keadaan panik, sedih, galau, maka perbanyaklah meminta pertolongan kepada Allah dengan membaca doa tersebut.
Sekian. Semoga bermanfaat.
Sumber: Channel YouTube Rumaysho TV
Mengimani Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah adalah membenarkan apa yang dia kabarkan, menaati apa yang diperintahkan, meninggalkan apa yang dia larang dan dia peringatkan serta beribadah kepada Allah sesuai dengan yang dia ajarkan. 4 hal tersebut dikatakan bahwa kita telah mengimani Rasulullah SAW dengan benar.
Syekh Abu Al Hasan An-Nadwi dalam bukunya yang berjudul An-Nubuwah berkata:
“Pada awal dakwah para nabi dan tujuan utama mereka adalah meluruskan keyakinan kepada Allah Ta’ala, meluruskan hubungan para hamba dengan Sang Pencipta, mengajak manusia untuk beribadah dengan ikhlas pada-Nya, memurnikan segala bentuk peribadahan hanya untuk Allah semata, serta menancapkan keyakinan bahwa hanya Allah satu-satunya yang dapat memberi manfaat dan mudhorot, yang berhak disembah, dimintai pertolongan, dimintai perlindungan, dan hanya kepada-Nya sembelihan ditujukan.”
Dahulu, dakwah para nabi diarahkan kepada para penyembah berhala yang secara terang-terangan menyembah berhala–berhala dan patung orang-orang shaleh yang dikultuskan, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Allah telah memerintahkan kepada Rasulullah SAW dalam firman-Nya:
“Katakanlah, saya tidak mampu memberi manfaat maupun menolak mudhorot untuk diriku sendiri kecuali yang telah dikehendaki oleh Allah. Sekiranya saya mengetahui perkara-perkata ghaib, tentulah aku akan banyak mendapatkan kebaikan-kebaikan dan tidak akan terkena kemudhorotan. Saya tidak lain adalah seorang pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang beriman.” (QS. Al-A’raf:188)
Disebutkan “saya tidak mampu memberi manfaat maupun menolak mudhorot untuk diriku sendiri” maksudnya adalah ketika mudhorot datang, Rasulullah SAW tidak bisa melepaskannya sendiri kecuali yang telah dikehendaki oleh Allah. Disebutkan lagi bahwa sekiranya Rasulullah SAW mengetahui perkara-perkara ghaib, tentu akan mendapatkan kebaikan-kebaikan. Namun tentang ghaib, Rasulullah tidak tahu sehingga kalau ada penyakit atau musibah datang, maka terjadilah dan beliau tidak bisa mengelak. Karena perkara ghaib di masa mendatang tidak dapat diketahui. Dalam ayat tersebut juga dikatakan “saya tidak lain adalah seorang pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang beriman”. Nabi SAW pernah bersabda:
لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ.
“Janganlah kalian terlalu berlebih-lebihan dalam menyanjungku sebagaimana orang-orang nasrani berlebih-lebihan dalam menyanjung Isa bin Maryam. Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah Muhammad seorang hamba Allah dan utusan Allah.”
Dalam hadis tersebut, Rasulullah merendah (tawadhu) bahwa beliau hanyalah seorang hamba Allah dan utusan Allah. Rasulullah berpesan, tidak baik berlebih-lebihan dalam menyanjung orang-orang shaleh seperti halnya Nabi Isa yang dikultuskan oleh orang-orang Nasrani sebagai Tuhan.
Berkaitan dengan pengkultusan masyarakat terhadap orang shaleh yang menganggap bahwa apabila memajang foto orang shaleh, menyebut-nyebut namanya, akan mencegah wabah virus corona dan dapat melindungi rumahnya. Itu adalah keyakinan yang tidak benar dan Rasulullah SAW tidak pernah contohkan seperti itu. Dan justru hal itu menjadi dakwah Rasul dan beliau mengingatkan kepada umatnya bahwa jangan ikuti orang-orang nasrani yang mengkultuskan Isa. Kita tidak boleh menyandarkan pujian manusia kepada manusia seperti dapat memberi keselamatan, rezeki, kesembuhan, hal itu keliru.
Kata “Ithroo’un” di dalam hadis diatas artinya berlebih-lebihan dalam memuji seseorang. Kita sekali-kali tidak boleh menyembah Muhammad, seperti yang dilakukan oleh orang-orang nasrani kepada Isa bin Maryam sehingga mereka terperosok ke dalam lembah kesyirikan. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk mengatakan Muhammad adalah seorang hamba dan utusan Allah. Hadis tersebut juga menjadi dalil bahwa kita tidak boleh Tasyabbuh atau meniru orang-orang kafir.
Maka jika umat Islam mencari solusi untuk lepas dari kesulitan, maka ikuti cara Nabi SAW. Nabi SAW ajarkan kepada kita untuk sabar ketika kita mendapatkan musibah. Jadi, sabar itu harus dihentakkan pertama kali terhadap ujian apapun yang kita peroleh. Termasuk juga ketika keluarga atau saudara kita positif terkena virus corona, maka keadaan yang harus dimiliki pertama kali adalah bersabar.
Jadikan Rasulullah SAW hanya sebagai suri tauladan, tidak boleh lebih dari itu. Bahkan Rasulullah tidak mau disanjung dengan panggilan Sayyid (Tuan) karena takut terjadi pengkultusan pada beliau, rasa ujub, dan sombong karena sifat tersebut akan membawa seseorang merasa diatas. Sifat Rasulullah SAW adalah Tawadhu, dan sifat itulah yang harus kita teladani.
Kecintaan kepada Rasulullah SAW diwujudkan dalam bentuk ketaatan kepada Allah yang terekspresikan dalam bentuk doa yang semata-mata ditujukan kepada-Nya tidak kepada selain-Nya apakah itu seorang rasul atapun seorang wali yang dekat dengan Allah.
Rasulullah SAW memberi nasihat kepada Ibnu Abbas RA yang artinya “Apabila engkau hendak meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan bila engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah” (HR. Tirmidzi). Jika kita berdoa, maka doa ini hanya Allah saja yang bisa kabulkan. Berdoa diangkat penyakit, dihindarkan dari bala, diangkat wabah, hanya Allah yang bisa penuhi. Maka berdoa hanya ditujukan kepada Allah bukan kepada makhluk.
Ketika Rasulullah SAW dirundung duka dan kesedihan, beliau berdoa “Yaa hayyu ya qayyuum bi rahmatika astaghiits” (wahai dzat yang hidup kekal dan terus menerus mengurus makhluknya, dengan rahmat-Mu aku meminta pertolongan). Itulah ajaran Nabi SAW, terlebih saat ini kita dalam keadaan panik, sedih, galau, maka perbanyaklah meminta pertolongan kepada Allah dengan membaca doa tersebut.
Sekian. Semoga bermanfaat.
Sumber: Channel YouTube Rumaysho TV
Komentar
Posting Komentar