Langsung ke konten utama

TAFSIR SURAT YAASIN AYAT 60-62: JALAN LURUS VS JALAN SETAN | USTADZ M. ABDUH TUASIKAL

Banyak cara setan menyesatkan dan mengganggu manusia. Karena memang tugasnya adalah untuk menjerumuskan manusia ke dalam dosa dan menemani dirinya di neraka. Jalan setan atau dikenal dengan nama maksiat biasa dihiasi dengan hal-hal yang menyenangkan seperti mabuk, narkoba, selingkuh, berzina, pamer, foya-foya, dan masih banyak lagi. Ada 6 langkah setan mengganggu dan menyesatkan manusia yaitu:
1. Setan akan menggoda kita agar melakukan perbuatan syirik.
2. Setan akan menggoda kita dengan melakukan perbuatan bid’ah atau melakukan amalan yang tidak ada tuntunannya.
3. Setan akan menggoda kita agar terjerumus ke dalam dosa besar.
4. Jika tidak bisa, setan akan terus berusaha menggoda kita agar melakukan dosa-dosa kecil.
5. Menggoda kita agar berlebih-lebihan dalam melakukan perkara yang mubah.
6. Meninggalkan amalan yang lebih afdhal untuk dikerjakan dan memalingkannya dengan amalan kurang afdhal.

Tafsir Surat Yaasin ayat 60-61


أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آَدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (60) وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (61)
Artinya: Bukankah aku telah memerintahkanmu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu (60) Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus (61)

Ayat ini merupakan bentuk celaan Allah karena kufurnya Bani Adam dimana mereka menaati setan, padahal setan itu musuh yang nyata. Akhirnya mereka durhaka pada Allah yang Maha Pengasih padahal Allah telah menciptakan dan memberikan rezeki kepada mereka. Oleh karena itu, Allah perintahkan selanjutnya untuk beribadah kepada-Nya semata, mentauhidkan Allah. Seperti itulah yang dimaksud dengan Ash-Shiraathal Mustaqiim atau Jalan Yang Lurus.

Tafsir Surat Yaasin ayat 62


أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ (62)
Artinya: Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, mak apakah kamu tidak memikirkan? (62)

Yang dimaksud dengan kalimatجِبِلًّا كَثِيرًا dalam ayat diatas adalah orang banyak. Jalan sesat itu biasanya diikuti banyak orang sedangkan jalan yang lurus biasanya diikuti oleh sedikiti orang. Sehingga muncul istilah Ghuroba atau orang yang terasing. Menurut pendapat dari Mujahid, Qatadah, As-Sudi, Sufyan bin Uyainah berarti banyak orang yang telah disesatkan oleh setan. Disebutkan lagi “apakah kamu tidak memikirkan”, maksudnya adalah bukankah kalian sudah diberi akal namun mengapa sampai menyelisihi perintah Rabb kalian dimana kalian diperintahkan untuk beribada kepada-Nya semata. Tidak ada sekutu bagi Allah, malah kalian mengikuti jalan setan. Maka dari itu, jangan ikuti kebiasaan kebanyakan orang karena standar kebenaran itu bukan dilihat dari banyaknya orang. Tapi, ikuti yang benar itu siapa sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah dan Rasul yaitu Al-Qur’an dan Hadis.

Makna Ash-Shiraathal Mustaqiim (Jalan Lurus)

1. Ash-Shiraathal Mustaqiim dalam ayat tersebut adalah Tauhid yaitu meninggalkan peribadahan kepada setan dan hanya beribadah kepada Allah semata. 
2. Ash-Shiraathal Mustaqiim adalah jalan lurus yang tidak bengkok, jalan inilah yang mengantarkan kepada ridho Allah hingga surga.
3. Ash-Shiraathal Mustaqiim dalam surat yasin ini disandarkan kepada Allah sedangkan dalam surat Al-Fatihah disandarkan kepada Makhluk yaitu siapa yang telah diberikan nikmat oleh Allah. Dalam surat Al-Fatihah disebutkan “Tunjukkilah kami ke jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang kau beri nikmat kepada mereka bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalam mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah : 6-7)
4. Jika jalan lurus disandarkan kepada Allah berarti jalan lurus ini ditunjuki Allah melalui petunjuk dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan jika jalan lurus disandarkan kepada orang yang diberi nikmat berarti orang tersebut telah menjalani/mengalami jalan tersebut.
5. Dalam ayat ke 6 surat Al-Fatihah, Ibnu Katsir menerangkan bahwa yang diminta dalam surat Al-Fatihah adalah Hidayah Al-Irsyad Wa Taufiq yaitu hidayah untuk bisa menerima kebenaran dan mengamalkannya bukan sekedar hidayah untuk mendapatkan ilmu. 
6. Sebagaimana yang dijelaskan Ibnu Katsir yang menukil perkataan dari Imam Abu Ja’far bin Jarir bahwa para ulama sepakat bahwa Ash-Shiraathal Mustaqiim yang dimaksud adalah jalan yang jelas dan tidak bengkok. Akan tetapi para ulama pakar tafsir yang dulu dan sekarang punya ungkapan berbeda-beda untuk menjelaskan apa itu Ash-Shiraathal Mustaqiim yaitu:
a) Mengikuti jalan nabi
b) Mengikuti generasi salaf dan para sahabat nabi
c) Mengikuti kebenaran (Al-Haq)
d) Kebenaran Islam sesuai dengan standar Nabi Muhammad SAW
e) Mengikuti Al-Qur’an
7. Ibnu Katsir Rahimahullah mengungkapkan bahwa semua pengertian diatas adalah benar dan semua makna diatas itu saling terkait dan mendukung. Siapa yang mengikuti Nabi Muhammad SAW dan para generasi sesudahnya maka ia telah mengikuti kebenaran dan berarti ia telah mengikuti Islam. Siapa yang mengikuti Islam berarti ia telah mengikuti Al-Qur’an. 
8. Secara jelas, jalan yang lurus diterangkan pada ayat selanjutnya اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمAd-Dhahak berkata kepada Ibnu Abbas bahwa jalan tersebut adalah jalan yang diberi nikmat dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Jalan tersebut telah ditempuh oleh para malaikat, para nabi, siddiqin, para syuhada, dan orang-orang shaleh. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Allah dalam surat An-Nisa ayat 69:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقً
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu nabi-nabi, para shiddiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
9. Jadi, kesimpulannya adalah ciri-ciri ajaran yang lurus adalah ajaran yang mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar.

Hikmah Meminta Jalan Yang Lurus
Diantara hikmah mengapa kita terus mengulang permintaan IHDINASH SHIROOTHOL MUSTAQIM bahwasanya perlu kita pahami bahwa hidayah itu ada 2 macam:
1. Hidayah Mujma’ (Global) yaitu Iman dan Islam
2. Hidayah Mufashshalah (Rinci), untuk menjalankan rincian dari Iman dan Islam seperti shalat, puasa, zakat, dll.
Jika kita sudah mendapatkan hidayah pertama yaitu iman dan islam, maka tetap masih membutuhkan hidayah kedua agar bisa menjalankan rincian dari iman dan islam dengan benar. Oleh karenanya, kita harus mengulangi bacaan tersebut.

Kisah Abu Bakar RA
Ketika Abu Bakar RA menjadi imam saat shalat maghrib, pada rakaat ketiga setelah Al-Fatihah, beliau membaca doa dengan suara lirih yang terdengar oleh Abu Ubaidillah yang berbunyi:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚإِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“(Mereka berdoa): Ya Rabb kami, janganlah engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karunikanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (Karunia).” (QS. Ali Imran:8)

Sekian. Semoga Bermanfaat :)

Sumber: Channel YouTube Rumaysho TV

Komentar