Mahar Pernikahan
Dari Aisyah RA bahwa Amrah binti Al-Jaun berlindung dari Rasulullah SAW, ketika ia dipertemukan dengan beliau yakni ketika beliau menikahinya. Beliau bersabda “Engkau telah berlindung dengan benar”. Lalu beliau menceraikannya dengan memerintahkan Usamah untuk memberinya 3 potongan pakaian.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dalam sanad hadis itu ada seorang perawi yang ditinggalkan ahli hadis). Asal cerita tersebut dari kitab sahih Al-Bukhori dari hadis Abu Said As-Saidi.
Kesimpulannya dari hadis ini menunjukkan disyariatkannya Mut’ah pada istri yang diceraikannya sesuai dengan kemudahan. Mut’ah adalah sesuatu yang diberi oleh laki-laki bagi wanita yang ia talak berupa nafkah, pakaian, atau sesuatu yang diberikan sesuai dengan ‘urf.
Apakah cacatnya mahar bisa mempengaruhi sahnya pernikahan atau tidak? Jawabannya, mahar dalam pengertiannya adalah yang penting sah untuk diperjualbelikan bisa berupa barang maupun jasa.
Walimah
Dari Anas bin Malik RA, bahwa Nabi SAW pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman bin Auf, lalu beliau bersabda “Apa ini?” Ia berkata “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang perempuan dengan mas kawin senilai satu biji emas (11,67 gram)”. Beliau bersabda “semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah walaupun hanya dengan satu ekor kambing” (HR. Mutafaqqun Alaihi dan lafadnya menurut Muslim).
Syekh Abdullah Al Fauzan mengatakan hadis ini menjadi dalil disunnahkannya mahar yang mudah. Bagi perempuan, disarankan untuk tidak mempersulit laki-laki dalam memberikan mahar dan tidak berlebihan. Banyak memberikan mahar tidak menunjukkan bahwa orang tersebut kaya raya. Salah satu yang membuat anak-anak muda sulit menikah adalah karena terlalu menyusahkan dalam hal pemberian mahar.
Hadis ini juga menjadi dalil disunnahkannya doa keberkahan untuk yang menikah serta dianjurkan untuk mengadakan walimah nikah dari pihak laki-laki karena dalam hadis tersebut, Rasulullah memerintahkannya kepada Abdurrahman bin Auf. Selanjutnya, Syekh Abdullah Al Fauzan mengatakan kalau dari pihak perempuan yang mengadakan walimah, beliau mengatakan tidak mengetahui dalil yang menjelaskan hal ini. Namun ‘urf masyarakat kita rata-rata pihak perempuan yang mengadakan bahkan ada pula yang mengadakan walimah di dua tempat dan hal tersebut tidak masalah atau diperbolehkan.
Kemudian mengenai hukum walimah nikah adalah dianjurkan/disunnahkan untuk mengadakannya. Walaupun ada pula yang mengatakan menurut madzhab Dzohiri dan dari salah satu pendapat madzhab Syafi’i itu wajib karena hadis diatas menunjukkan kalimat perintah dari Rasulullah.
Ukuran hidangan yang disajikan pada walimah tidak ditentukan atau sesuai dengan urf. Dalam hadis tersebut, tidak diharuskan dengan satu ekor kambing, bisa juga dengan makanan yang disajikan. Ketika Rasulullah mengadakan walimah saat menikah dengan Shafiyyah hanya menyajikan beberapa makanan tanpa adanya kambing. Sedangkan dengan Zainab, hanya menyajikan roti dan daging. Makanan-makanan yang disajikan tersebut sama seperti bentuk nafkah.
Kapan walimah nikah dilaksanakan? Disini ada perbedaan pendapat dari banyak riwayat.
a. Pendapat pertama, walimah nikah diadakan setelah hubungan intim pertama. Abdullah bin Auf mengadakan walimah setelah jima’.
b. Pendapat kedua mengatakan bahwa walimah nikah diadakan ketika akad.
c. Sedangkan pendapat selanjutnya dari Syeikh Abdullah Al Fauzan mengatakan waktunya bebas saja. Mau setelah akad atau jima’ itu diperbolehkan tergantung pada waktu atau kondisi.
Hukum Menghadiri Walimah
Selanjutnya mengenai hukum menghadiri walimah nikah berdasarkan hadis dari Ibnu Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “apabila seorang diantara kamu diundang ke walimah hendaknya ia menghadirinya” (HR. Mutafaqqun Alaihi). Sedangkan menurut riwayat Muslim “apabila salah seorang diantara kamu mengundang saudaranya hendaknya ia memenuhi undangan tersebut baik itu walimah pengantin atau semisalnya”.
Sebagian ulama menjadikan dalil ini bahwa memenuhi undangan nikah hukumnya wajib. Syeikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin merinci undangan yang spesifik dan tidak spesifik. Undangan spesifik disebut nama orangnya misalnya ditulis atas nama Nisa, maka orang tersebut wajib hadir. Sedangkan undangan tidak spesifik atau umum misalnya atas nama Yayasan/Sekolah/Organisasi, maka tidak wajib hadir.
Syeikh Abdullah Al Fauzan mengatakan hadis tersebut bukan hanya untuk undangan pernikahan saja tapi termasuk juga undangan makan-makan. Mengapa harus wajib hadir? Karena takut membuat saudara kita yang mengadakan walimah tersebut kecewa, mereka sudah siapkan menu-menu istimewa untuk para tamu. Selain itu, dengan menghadiri undangan, hubungan akan semakin baik, saling mengenal, saling mencintai, dll. apalagi yang diundang adalah orang-orang yang berilmu dan beriman tentu akan lebih banyak faedahnya.
Namun, ada yang mengatakan memenuhi undangan itu sunnah tidak sampai wajib. Ada pula yang mengatakan hukumnya fardhu kifayah. Namun Wallahua’lam, pendapat yang tepat ini adalah wajib, jadi khusus untuk walimah nikah kita harus lebih menghargai itu dan kita berusaha datang kalau tidak ada penghalang (uzur) serta tidak menyulitkan kita.
Disebutkan lagi, adapun untuk memenuhi undangan selain pernikahan seperti aqiqah, pulang dari safar, disini ada perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan sunnah dan ada pula yang mengatakan wajib untuk menghadirinya.
Syeikh Abdullah Al Fauzan memberikan syarat untuk menghadiri undangan walimah semacam ini.
1. Yang mengundang adalah seorang muslim. Jika non muslim tidak wajib untuk dihadiri.
2. Yang mengundang bukan orang yang suka bermaksiat
3. Mengkhususkan undangan (undangan spesifik/special)
4. Tidak ada kemungkaran misalnya ikhtilat, khamr, dll.
5. Yang diundang tidak punya uzur seperti sakit, bersafar, hujan, dll.
6. Undangan tersebut baru pertama kali
Sekian. Semoga Bermanfaat :)
Sumber: Channel YouTube Rumaysho TV
Dari Aisyah RA bahwa Amrah binti Al-Jaun berlindung dari Rasulullah SAW, ketika ia dipertemukan dengan beliau yakni ketika beliau menikahinya. Beliau bersabda “Engkau telah berlindung dengan benar”. Lalu beliau menceraikannya dengan memerintahkan Usamah untuk memberinya 3 potongan pakaian.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dalam sanad hadis itu ada seorang perawi yang ditinggalkan ahli hadis). Asal cerita tersebut dari kitab sahih Al-Bukhori dari hadis Abu Said As-Saidi.
Kesimpulannya dari hadis ini menunjukkan disyariatkannya Mut’ah pada istri yang diceraikannya sesuai dengan kemudahan. Mut’ah adalah sesuatu yang diberi oleh laki-laki bagi wanita yang ia talak berupa nafkah, pakaian, atau sesuatu yang diberikan sesuai dengan ‘urf.
Apakah cacatnya mahar bisa mempengaruhi sahnya pernikahan atau tidak? Jawabannya, mahar dalam pengertiannya adalah yang penting sah untuk diperjualbelikan bisa berupa barang maupun jasa.
Walimah
Dari Anas bin Malik RA, bahwa Nabi SAW pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman bin Auf, lalu beliau bersabda “Apa ini?” Ia berkata “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang perempuan dengan mas kawin senilai satu biji emas (11,67 gram)”. Beliau bersabda “semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah walaupun hanya dengan satu ekor kambing” (HR. Mutafaqqun Alaihi dan lafadnya menurut Muslim).
Syekh Abdullah Al Fauzan mengatakan hadis ini menjadi dalil disunnahkannya mahar yang mudah. Bagi perempuan, disarankan untuk tidak mempersulit laki-laki dalam memberikan mahar dan tidak berlebihan. Banyak memberikan mahar tidak menunjukkan bahwa orang tersebut kaya raya. Salah satu yang membuat anak-anak muda sulit menikah adalah karena terlalu menyusahkan dalam hal pemberian mahar.
Hadis ini juga menjadi dalil disunnahkannya doa keberkahan untuk yang menikah serta dianjurkan untuk mengadakan walimah nikah dari pihak laki-laki karena dalam hadis tersebut, Rasulullah memerintahkannya kepada Abdurrahman bin Auf. Selanjutnya, Syekh Abdullah Al Fauzan mengatakan kalau dari pihak perempuan yang mengadakan walimah, beliau mengatakan tidak mengetahui dalil yang menjelaskan hal ini. Namun ‘urf masyarakat kita rata-rata pihak perempuan yang mengadakan bahkan ada pula yang mengadakan walimah di dua tempat dan hal tersebut tidak masalah atau diperbolehkan.
Kemudian mengenai hukum walimah nikah adalah dianjurkan/disunnahkan untuk mengadakannya. Walaupun ada pula yang mengatakan menurut madzhab Dzohiri dan dari salah satu pendapat madzhab Syafi’i itu wajib karena hadis diatas menunjukkan kalimat perintah dari Rasulullah.
Ukuran hidangan yang disajikan pada walimah tidak ditentukan atau sesuai dengan urf. Dalam hadis tersebut, tidak diharuskan dengan satu ekor kambing, bisa juga dengan makanan yang disajikan. Ketika Rasulullah mengadakan walimah saat menikah dengan Shafiyyah hanya menyajikan beberapa makanan tanpa adanya kambing. Sedangkan dengan Zainab, hanya menyajikan roti dan daging. Makanan-makanan yang disajikan tersebut sama seperti bentuk nafkah.
Kapan walimah nikah dilaksanakan? Disini ada perbedaan pendapat dari banyak riwayat.
a. Pendapat pertama, walimah nikah diadakan setelah hubungan intim pertama. Abdullah bin Auf mengadakan walimah setelah jima’.
b. Pendapat kedua mengatakan bahwa walimah nikah diadakan ketika akad.
c. Sedangkan pendapat selanjutnya dari Syeikh Abdullah Al Fauzan mengatakan waktunya bebas saja. Mau setelah akad atau jima’ itu diperbolehkan tergantung pada waktu atau kondisi.
Hukum Menghadiri Walimah
Selanjutnya mengenai hukum menghadiri walimah nikah berdasarkan hadis dari Ibnu Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “apabila seorang diantara kamu diundang ke walimah hendaknya ia menghadirinya” (HR. Mutafaqqun Alaihi). Sedangkan menurut riwayat Muslim “apabila salah seorang diantara kamu mengundang saudaranya hendaknya ia memenuhi undangan tersebut baik itu walimah pengantin atau semisalnya”.
Sebagian ulama menjadikan dalil ini bahwa memenuhi undangan nikah hukumnya wajib. Syeikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin merinci undangan yang spesifik dan tidak spesifik. Undangan spesifik disebut nama orangnya misalnya ditulis atas nama Nisa, maka orang tersebut wajib hadir. Sedangkan undangan tidak spesifik atau umum misalnya atas nama Yayasan/Sekolah/Organisasi, maka tidak wajib hadir.
Syeikh Abdullah Al Fauzan mengatakan hadis tersebut bukan hanya untuk undangan pernikahan saja tapi termasuk juga undangan makan-makan. Mengapa harus wajib hadir? Karena takut membuat saudara kita yang mengadakan walimah tersebut kecewa, mereka sudah siapkan menu-menu istimewa untuk para tamu. Selain itu, dengan menghadiri undangan, hubungan akan semakin baik, saling mengenal, saling mencintai, dll. apalagi yang diundang adalah orang-orang yang berilmu dan beriman tentu akan lebih banyak faedahnya.
Namun, ada yang mengatakan memenuhi undangan itu sunnah tidak sampai wajib. Ada pula yang mengatakan hukumnya fardhu kifayah. Namun Wallahua’lam, pendapat yang tepat ini adalah wajib, jadi khusus untuk walimah nikah kita harus lebih menghargai itu dan kita berusaha datang kalau tidak ada penghalang (uzur) serta tidak menyulitkan kita.
Disebutkan lagi, adapun untuk memenuhi undangan selain pernikahan seperti aqiqah, pulang dari safar, disini ada perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan sunnah dan ada pula yang mengatakan wajib untuk menghadirinya.
Syeikh Abdullah Al Fauzan memberikan syarat untuk menghadiri undangan walimah semacam ini.
1. Yang mengundang adalah seorang muslim. Jika non muslim tidak wajib untuk dihadiri.
2. Yang mengundang bukan orang yang suka bermaksiat
3. Mengkhususkan undangan (undangan spesifik/special)
4. Tidak ada kemungkaran misalnya ikhtilat, khamr, dll.
5. Yang diundang tidak punya uzur seperti sakit, bersafar, hujan, dll.
6. Undangan tersebut baru pertama kali
Sekian. Semoga Bermanfaat :)
Sumber: Channel YouTube Rumaysho TV
Komentar
Posting Komentar